11 Pelajaran Penting Dari Perempuan Pebisnis Sukses Khusus Untukmu

Link 

Ketika merintis bisnis, banyak sekali tantangan yang harus kamu lalui.  Jangan takut, mereka yang sukses pun sudah melalui semua tantangan itu. Yuk simak beberapa kisah sukses pebisnis perempuan di Indonesia untuk menyemangati kamu. When it’s raining, just put up an umbrella and keep going!

  1. Susi Pudjiastuti: “Hanya Kerja Yang Saya Mau dan Saya Suka”

Kalau dengar nama Susi Pudjiastuti, semua pasti setuju kalau beliau adalah perempuan yang sangat inspiratif kan? Sebelum diberi kepercayaan sebagai seorang menteri di Kabinet Kerja, beliau adalah pebisnis handal di bidang ekspor bahan-bahan laut dan penerbangan Susi Air.  Banyak sekali pelajaran yang bisa didapat dari kisah kehidupannya.

Mulai dari kerja kerasnya sebagai pengepul ikan di Pangandaran yang membuatnya sudah siaga sejak dini hari di Tempat Pelelangan Ikan, sampai akhirnya menjadi kepercayaan para bakul lobster di berbagai penjuru Indonesia (karena beliau berani membayar lebih), dan merintis bisnis penerbangan Susi Air karena pesawat yang tadinya ingin ia gunakan untuk mengangkut ikannya dari Pangandaran ke Jakarta digunakan untuk membantu membawa bahan-bahan pokok untuk korban tsunami di Aceh.

Ia adalah seorang perempuan yang selalu menemukan jalan keluar dari masalahnya dan pantang menyerah. Ketika ia mulai memasok ikan dan lobster ke perusahaan-perusahaan besar di Jakarta, ternyata banyak yang memainkan harga. Karena kecewa, ia memutuskan untuk  mengekspor lobsternya ke luar negeri, yang ternyata berujung berkah untuknya. Ketika pesawatnya dilarang masuk Aceh karena berbagai masalah perizinan, ia gunakan network dan komunikasi langsung dengan pihak otoritas yang bisa melancarkan jalannya. Komitmen dan kerja kerasnya membuat ia diganjar kesuksesan yang berlimpah.

Namun Susi menekankan bahwa “saya hanya kerja yang saya mau dan saya suka.” Nah, untuk RulaWoman yang mau menjadi pemimpin bisnis masa depan, jujur kepada diri sendiri dengan mengerjakan hanya yang kamu mau dan kamu suka. Hal tersebut akan membuatmu lebih mudah komitmen dan bekerja keras.

  1. Irma D. Malibari: Perlakukan Karyawan Sesuai Kepribadiannya

Sebagai pemilik Deka Insight & Solutions (Grup Deka), perusahaan riset pemasaran lokal yang didirikannya tahun 1995, Irma D. Malibari menyadari betul bahwa orang-orang di sekitarnya adalah bagian yang sangat penting dari kesuksesannya. Ia mengatakan, salah satu kunci kesuksesannya, selain karena aktif dengan kegiatan di luar dan mengikuti perkembangan, adalah juga karena ia mempunyai orang-orang yang kuat dan memiliki dedikasi terhadap perusahaan.

Dalam memimpin perusahaannya, ia memilih untuk mempertahankan karyawan dengan cara yang berbeda-beda. Memotivasi dan mempertahankan karyawannya bukan hanya dengan uang, karena hal tersebut pun mampu diberikan oleh pesaingnya. Melainkan, ia lebih memilih mengirimkan beberapa stafnya untuk studi S2. Untuk yang berprestasi, ia mengirim mereka bekerja atau ikut pelatihan di luar negeri. RulaWoman, dalam merintis bisnis, jangan lupa untuk memikirkan bagaimana memotivasi dan mempertahankan anggota tim kamu, apalagi mereka yang bagus performanya.  Jangan ragu untuk memberi bonus atau penghargaan yang berbeda dengan biasanya.

  1. Hanifa Ambadar: Cari Mentor yang Bisa Mendorong Kamu Lebih Maju

Sama seperti Susi Pudjiastuti, Hanifa Ambadar tekun dan konsisten dengan hal yang dimauinya dan disukainya. Ia sudah menekuni blogging semenjak tahun 1990-an. Beliau termasuk dalam generasi pertama blogger Indonesia. Namun karena ia tekun dan konsisten dengan hal yang dimauinya dan disukainya, yaitu menulis dan berbagi cerita dan tips, maka ia pun berhasil meraih kesuksesan dengan branding Female Daily yang kini semakin dikenal sebagai portal kecantikan perempuan Indonesia.

Dalam perjalanannya, Hanifa sempat tidak tahu bagaimana ia bisa memonetisasi bisnisnya, yang ia ingin ciptakan adalah sebuah forum dan komunitas. Ternyata, jalan semakin terbuka dengan adanya orang yang ingin memasang banner iklan, meminta informasi riset pasar dari komunitasnya, dan sebagainya. Ia juga sempat merasa stuck dalam mengembangkan bisnisnya.

Beruntung, ia akhirnya dipertemukan dengan mentor-mentor Endeavour, salah satu organisasi mentoring untuk wirausahawan global. Disanalah, ia ketemu mentor yang mendorongnya untuk lebih maju dan membuatnya melihat kenyataan yang brutal: kalau ingin menjadi besar, maka lebih baik fokus kepada satu hal tertentu yang paling menguntungkan, dan itulah kekuatanmu. Fokuslah pada kekuatanmu dan kembangkan hal tersebut. Maka, itulah yang ia lakukan.

Ia mulai menganalisa dengan baik, jujur kepada diri sendiri, berdiskusi dengan yang lain, dan akhirnya memutuskan untuk websitenya, yang tadinya meliputi fashion, travel, dan sebagainya, untuk fokus hanya kepada kecantikan.

Seorang RulaWoman harus tahu apa kekuatannya dan berani berkomitmen untuk menajamkan kekuatannya tersebut sebelum berpindah ke hal lainnya. Ia juga harus berani mencari mentor yang bisa membantunya, dan serta berkomitmen untuk mengembangkan dirinya sendiri dan mau mendengarkan nasihat orang lain.

  1. Michelle Tjokrosaputro: Mengatasi Krisis dengan Mengajak Karyawan Bekerjasama

Perempuan kelahiran Karanganyar, 22 Mei 1980 ini adalah anak ketiga dari pemilik PT. Dan Liris dan cucu pendiri Batik Keris. Tahun 2004, ketika Dan Liris mengalami titik terendah, Michelle memutuskan mengambil alih. Ia memulai dengan transparansi: memberitahukan keuangan perusahaan, kenyataan bahwa perusahaannya sudah tidak bisa diberikan kredit lagi oleh bank, dan bahwa ia harus melakukan PHK. Kepada yang tersisa, ia mengajak semuanya bekerja bersama-sama. Waktu itu yang ia pikirkan adalah bagaimana agar bisa membayar gaji karyawan semuanya. Walaupun ketika bergabung ia tidak tahu apa-apa, tetapi ia mengatakan kepada jajaran direksi bahwa ia membutuhkan bantuan mereka. Hasilnya, ia berhasil melunasi kredit macet, dan omset pun melesat dari Rp 450 miliar hingga Rp 1 triliun pada tahun 2014. Ia fokus menerima orderan yang berulang setiap tahun, dan mendirikan brand Bateeq untuk kaum muda, yang kini sudah memiliki 25 toko dan mengikuti berbagai ajang fashion week di Indonesia dan Amerika Serikat. RulaWoman, terkadang bukan hanya kemampuan teknis dan analitis saja yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah. Namun, juga kemampuan bekerja sama dalam tim (relasional) juga sangat dibutuhkan dalam melewati masa krisis. Yuk, sama-sama kita tajamkan dua-duanya.

  1. Prita Kemal Ghani: “Kesuksesan adalah Buah Dari Komitmen”

Prita Kemal Ghani adalah pendiri dan Direktur London School of Public Relations, perguruan tinggi yang mempunyai spesialisasi di bidang komunikasi dan public relations. Kini, ia telah menghasilkan lebih dari 15.356 lulusan. Ia juga menjabat sebagai Ketua Umum PERHUMAS tahun 2011-2014 dan mulai Juni 2014 dipercaya sebagai President ASEAN PR Network. Prita memulai bisnisnya setelah menjadi profesional di bidang kehumasan karena ingin menghabiskan lebih banyak waktu untuk keluarganya setelah menikah. Namun, ternyata, menjadi wirausahawan justru lebih sibuk. Ibu tiga anak ini sering masih harus memikirkan pekerjaan bahkan ketika ia mau tidur. Sementara, kalau ia menjadi karyawan biasanya hanya bekerja jam 9 – 5.  Ia juga sering tidak konsentrasi  ketika harus meninggalkan anaknya dalam keadaan sakit. Untunglah, saat itu ada ibunya yang sering menjaga anak-anaknya dengan dibantu seorang babysitter.

Walaupun harus melewati saat-saat berat ketika merintis, Prita terus berkomitmen. Menurutnya, kesuksesan adalah buah dari komitmen. “Kami punya komitmen dan tanggung jawab, kalau punya usaha jangan sampai karyawan kami tidak maju. Sementara karyawan kami punya keluarga, tidak mungkin tidak kami pikirkan” ujarnya. Komitmen itulah yang membuat dirinya terus mengembangkan LSPR. Menurutnya, jika pemimpin mempunyai komitmen yang tinggi, maka karyawan pun akan memberikan yang terbaik dan turut membangun LSPR.  Ketika kamu sedang merasa down, tetap jaga komitmen yang tinggi untuk pertumbuhan bisnismu. Karena karyawan selalu memandang kepada komitmen pemimpin. Kalau pemimpin berkomitmen, maka yang lain pun ikut memberikan yang terbaik.

  1. Nilam Sari Setiono: “It’s Not Cool To Get Drunk on Your Own Success

Nilam Sari Setiono adalah co-founder Kebab Turki Baba Rafi, yang walaupun dimulai dengan satu gerobak sederhana, kini sudah berkembang menjadi raksasa franchise dengan 1200 outlet baik di dalam dan luar Indonesia. Memulai bisnis dengan simpel dan sederhana, Nilam dan partner bisnisnya yang juga merupakan suaminya, Hendy Setiono, sempat bingung bagaimana mengelola hasil kesuksesan dan adanya uang tunai dengan jumlah cukup besar. Tergiur dengan berbagai ide dan kesempatan, serta ingin mengharapkan perputaran keuntungan yang mudah dan cepat, ia sempat salah mengambil taktik.

Dalam ebooknya yang berjudul “Womenpreneur”, Nilam Sari menceritakan bahwa ia sempat menggunakannya dalam berbagai cara, yang kesemuanya berakhir kurang sukses. Mulai dari mencoba menginvestasikannya di saham, membeli rumah untuk dijadikan rumah kos, mencoba bisnis rumah kos empat lantai untuk mahasiswa, sampai mencoba bisnis kuliner yang lain. Sementara hasil investasi sahamnya berujung pada hilangnya uang mereka dalam waktu singkat, rumah kos ternyata ditempati oleh kalangan masyarakat yang tidak diharapkan (karena dibukanya panti pijat “plus-plus” di depan rumah kos tersebut) dan bahkan sempat diperiksa polisi karena disangka sebagai tempat prostitusi dan narkoba. Bisnis rumah kos empat lantai untuk mahasiswa pun sulit bertahan karena persaingan yang begitu ketat. Bisnis kuliner yang lain pun tidak mulus, dan bahkan sempat mencoba investasi di bisnis batu bara juga, yang ternyata juga tidak ada hasilnya.

Dari pengalaman tersebut, Nilam akhirnya memutuskan untuk fokus dulu di bisnis utama. Kalau ada cash berlebih, maka diinvestasikan kembali ke bisnis utamanya atau untuk membeli aset. Selain lebih aman, ia juga tidak harus pusing mempelajari kondisi bisnis baru, belajar dari nol, serta menjalani ketidakpastian dan berbagai masalah mendadak yang cukup melelahkan dan membuat deg-degan. Ia pun menekankan bahwa “there is no such thing as easy money. Easy come, easy go.” RulaWoman, ketika sukses sudah dipegang, tetap gunakan akal dan kesabaran yang sudah membuatmu begitu berhasil. Jangan membuat keputusan finansial secara emosional dan buru-buru.

  1. Ni Luh Djelantik: Jangan Pernah Mengompromikan Kualitas

Pemilik label sepatu dari Bali yang produknya kini sudah ada di 20 negara di dunia ini memulai bisnisnya dengan komitmen kepada kualitas. Walaupun ia tetap menjalankan bisnisnya secara lokal dengan menjaga nilai kekeluargaan, menjaga kualitas, eksklusivitas dan tingkat kenyamanan yang tinggi ketika produknya dipakai konsumen, menjadi fokus utama dalam setiap karya-karya sepatu berbahan dasar kulit yang diproduksinya. Setiap sepatu yang dirancangnya adalah hasil tangan karya para perajin lokal yang semua dikenalnya dengan baik. Ia bahkan bisa membedakan ketika melihat di etalase tokonya, mana yang dibuat oleh siapa.

Memulai bisnisnya dengan brand Nilou (agar lebih mudah diucapkan secara internasional, target market yang memang sudah menjadi fokusnya semenjak awal), ia sempat sukses membawa sepatu-sepatunya melanglang buana. Koleksi pertamanya booming di Perancis, bahkan laku hingga 4000 pasang. Tahun 2004, ia mendapatkan kontrak outsource dari peritel Topshop yang berpusat di Inggris. Ia mendapatkan tawaran dari Australia untuk mendistribusikan sepatunya di Australia. Ia juga bertemu dengan desainer internasional yang mencari inspirasi atau memproduksi sepatu di Bali, dan mendisainkan sepatu untuk label-label desainer dunia seperti Nicola Finetti. Bahkan sejumlah selebritas papan atas seperti Uma Thurman, Gisele Bundchen, Tara Reid, dan Robyn Gibson (istri Mel Gibson) pun memakai sepatunya. Sepasang sepatu Ni Luh berharga jutaan rupiah, namun mempunyai after-sales service yang sangat berharga, di mana setiap sepatu berhak mendapatkan perbaikan bahkan sampai ke tingkat kulitnya sekalipun, tanpa biaya tambahan. Dan garansi itu berlangsung selamanya.

Tahun 2007, datang cobaan dengan tawaran memproduksi secara masal brand Nilou di China. Namun ia menolak karena ingin mempertahankan kualitas sepatunya. Pastinya, sepatu yang dibuat secara individual oleh tangan para pengrajin di workshopnya langsung tidak bisa mempunyai kualitas yang sama dengan yang diproduksi mesin secara masal. Sayangnya, penolakan Ni Luh tidak dihiraukan. Mereka tetap menjalankan produksi Nilou secara masal di China, bahkan hak branding Nilou pun sudah didaftarkan oleh pihak lain. Dengan berat hati, Ni Luh memulai dari awal. Mereka berpisah.

Ia memilih untuk tidak menggunakan brand Nilou lagi, dan mulai menjalankan brand Ni Luh Djelantik, yang langsung didaftarkan dan dipatenkannya. Tetap fokus dengan bisnisnya membuat sepatu untuk desainer asing, ia juga membangun usaha kembali dengan memproduksi sepatu dengan merek baru, yaitu Ni Luh Djelantik. They can take away her brand, but they can’t take away her skills and level of quality, and she still has it. Nggak heran kalau setahun kemudian brand Ni Luh Djelantik pun sudah bisa kembali melanglang buana, sampai Australia, Selandia Baru, bahkan Rusia dan Swiss, di mana brand Ni Luh Djelantik dijual di salah satu retailer terkemuka di Eropa. Julia Roberts pun memakai sepatu Ni Luh ketika membuat film Eat, Pray, Love, di Bali. RulaWoman, jangan pernah mengompromikan kualitas yang memang ingin kamu jaga ya. Seperti kata motivator dan penulis buku personal development  Robin Sharma, “integrity is more important than income.” Integritasmu jauh lebih penting daripada penghasilan.

  1. Michelle Surjaputra: Don’t Worry About Your Age, Worry About Your Drive

When it comes to being driven, Michelle Surjaputra knows her stuff. Semenjak usia muda, Michelle, pemilik master franchise BonChon Chicken di Indonesia dengan bendera PT. Michelindo Food International , terbiasa dengan kompetisi untuk menjadi yang terbaik. Bergabung dengan tim renang di sekolahnya, mendapatkan beberapa awards, menduduki peringkat pertama di program pengalaman business consulting, bahkan duduk di daftar Dean’s List di setiap tahun sepanjang kuliahnya di Leonard N. Stern Business School New York University (Dean’s List adalah penghargaan yang diberikan kepada mahasiswa dengan IPK 3.7 ke atas (dalam skala IPK 4.00)).

Jadi ketika ia memutuskan untuk menjadi pengusaha, khususnya untuk usaha di bidang gaya hidup, ia kemudian segera melakukan riset tren pasar dengan jalan-jalan ke berbagai mall dan tempat hiburan untuk mengerti perilaku konsumen. Ketika ide sudah didapat, yaitu untuk membawa ayam merek BonChon ke Indonesia, ia pun tidak membuang waktu dengan langsung menghubungi pihak pusat BonChon Chicken. Lewat email, ia menjelaskan niatnya dan latar belakangnya. Setelah itu, ia langsung diajak conference call dan dipersilakan mengirimkan business plan walaupun ternyata sudah ada lima orang kandidat pemegang master franchise yang juga bagus untuk Indonesia. Dalam waktu dua hari hari, Michelle sudah mengirimkan business plan setebal 50 halaman, yang ternyata sangat mengesankan pihak BonChon. Ia pun langsung diajak bertemu dengan CEO BonChon dari Korea di Manila. Karena langsung cocok, selang dua bulan dari mengirim proposal, ia sudah diminta ikut pelatihan. Sebulan setelah pelatihan, izin langsung keluar. Dia terpilih dari lima kandidat lainnya. Dua bulan kemudian, gerai pertama BonChon Chicken sudah dibuka di Indonesia, yaitu di Grand Indonesia. Waktu itu, usianya baru 22 tahun.

Bersama empat orang temannya yang menjadi investor awal, ia kemudian mengembangkan  BonChon sehingga sekarang mempunyai 18 outlet di berbagai kota di Indonesia, dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun. Tidak berhenti di situ, ia juga memulai restoran casual dining makanan Mexico, Sombrero, dan membeli label fashion Yosep Sinudarsono untuk membawanya ke pasar internasional. Olahraga pun tidak ditinggalkannya, ia tetap senang berkompetisi, sekarang di olahraga lari maraton dan triathlon.

Michelle tidak pernah khawatir tentang usia mudanya, tidak berusaha menyembunyikannya karena khawatir orang akan menganggapnya remeh, dan tidak pernah menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak melakukan sesuatu. Ia justru bangga bahwa dalam usia muda bisa melakukan semua hal yang telah ia lakukan. Tapi kalau soal drive, ia sangat menjaganya. Ia ingin menjadikan BonChon Indonesia yang terbaik di dunia dan masih terlibat dengan intens dalam operasional sehari-hari. Rapat setiap pagi di kantor dan mengunjungi outlet-outlet BonChon setidaknya dua kali dalam sebulan dilakukannya di awal-awal mendirikan BonChon. Bahkan ia ingin terus menambah jumlah outlet dengan mengembangkan sistem waralaba BonChon Indonesia, namun dengan membatasi jumlahnya per tahun demi menjaga konsistensi standar kualitas produk, pelayanan dan memberikan keuntungan yang besar kepada investor. Can you match her relentless drive, RulaWoman? Jangan khawatir tentang usiamu, tetapi khawatirlah tentang besarnya dorongan yang kamu miliki dalam dirimu untuk melakukan yang terbaik.  In a competitive world, your drive is your currency.

  1. Nina Moran: Kalau Takut Gagal, Jangan Jadi Entrepreneur

Nina Moran, CEO GoGirl! Magazine memulai bisnisnya di tahun 2004 dari nol. Selama 12 tahun membangun bisnis ini, ia sudah menemukan banyak sekali masalah, berhadapan dengan segala jenis emosi, dan harus jatuh bangun melewatinya. Kisahnya sudah ia rangkum di buku From No One to Someone yang diterbitkan di akhir tahun 2013. Ia pun pernah melewati rasa takut.  Menurutnya, rasa takut muncul karena kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Sebelum memulai bisnisnya, selain ia mengaku memang sudah “magazine freaks to the core” yang suka membaca segala jenis majalah, ia juga melakukan riset 1 tahun. Ia mempelajari dulu bisnis media, banyak bertanya dan mencari tahu. Rasa takut itu ada, tapi ia memakai prinsip seperti kebanyakan pebisnis lainnya, maju terus pantang mundur, ia terus bergerak. Ke depannya, ia selalu mengingatkan dirinya untuk tidak menyerah, dan harus rela keluar keringat dan “berdarah-darah”. Sampai sekarang pun selalu ada hal yang membuat ia deg-degan, walaupun bisnisnya sudah mapan. Di bukunya, ia menulis, terkadang keberhasilan itu cuma terasa semenit. Selebihnya, yang ada adalah pergumulan, kerja keras, kesedihan, air mata, dan kemauan untuk terus maju.  “Tantangan sangat banyak ketika kita di bisnis, dan kalau mau naik level, lebih banyak lagi tantangannya. Kita harus cari support system yang benar-benar bisa menguatkan kita. Kalau takut gagal, jangan jadi entrepreneur,” ujarnya ketika di acara peluncuran buku “Womenpreneur” Nilam Sari di Pacific Place. Namun, seperti pengalamannya selama sepuluh tahun membangun GoGirl!, kerja keras selalu membawa hasil dan ia juga belajar bahwa kita bisa mencapai semua mimpi kita asal kita berani merealisasikannya. Jadi, RulaWoman, jangan takut gagal lagi ya.

  1. Dian Noeh Abubakar: Have a Distinctive Positioning, and Don’t Just Grow Your Business, Grow Your Industry Too.

Dian Noeh Abubakar mendirikan firma public relations (PR), Kennedy, Voice, Berliner, pada akhir tahun 2011. Setelah mempunyai pengalaman yang mumpuni di bidang PR consulting di perusahaan multinasional dan perusahaan finansial internasional, Dian ingin mencoba mendirikan firmanya sendiri. Ia pun harus berkutat dengan segala hal, bukan hanya mencari klien dan melakukan teknis PR yang biasanya dilakukan ketika bekerja, namun juga mengurus finance, human resources, kepemimpinan, sambil juga membangun brandingnya sendiri. Namun yang memotivasi Dian sendiri adalah keinginan untuk menumbuhkan industri PR di Indonesia. Niat memulai bisnis sendiri ini hadir ketika ia membantu Global Entrepreneurship Program Indonesia. “Kalau saya tetap bekerja di perusahaan global, industri ini akan begini-begini saja, kurang pertumbuhan,” ujarnya dalam wawancara dengan Nina Moran di buku “From No One to Someone”. Untuk mengembangkan industri, ia aktif menjalankan program magang untuk anak-anak jurusan Komunikasi melatih keterampilan PR mereka. “Saya berfokus pada growing talents dan mereka yang belum kerja di kompetitor sehingga KVB bisa ikut andil dalam menumbuhkan tenaga kerja bidang PR dan size of industry naik,” ujarnya lagi. Sejalan dengan spirit entrepreneurship yang menginspirasinya, ia memiliki program “Voice of Startups”, salah satu offering dalam bisnisnya yang dikhususkan untuk startup Indonesia dengan harga penawaran yang berbeda, tentunya lebih terjangkau untuk para pebisnis pemula. Belum banyak PR firm di Indonesia yang menawarkan offering seperti itu, dan bisa dibilang KVB adalah salah satu pionirnya. Kini, ia juga sudah menambahkan offering dengan “SocioVoice” untuk menangani kebutuhan PR para social entrepreneurs. Ia juga masih aktif bekerjasama dengan GEPI dan Jakarta Founders Institute untuk mengembangkan entrepreneurship di Indonesia.

  1. Diana Rikasari: “Bisnis itu kayak hidup, kita harus tahu kenapa mau bisnis”

Setelah sukses dengan Up, label sepatunya, Diana Rikasari sempat diajak temannya untuk handle marketing di bisnis “Di Kota Kita”. Bisnis tersebut adalah bisnis daily deals yang sebenarnya bukan merupakan passion utamanya. Dari situ, ia belajar bahwa fokus merupakan hal yang penting. Juga, harus tahu kenapa kita memulai bisnis. “Kami mulai bukan karena passion, melainkan karena we thought the money is good. Kalau kita mulai bisnis dari awal cuma karena the money is good, you can lose it, halfway bahkan. Mendingan kita mulai sesuatu emang karena kita suka. Bisnis itu kayak hidup, you have to have a purpose. I really love shoes and I believe in it.”

Sumber:                                                                                                                                                                

“Karena Wanita Punya Daya” SWA edisi 16 – 28 April 2015

“Personal Turnaround: Rekonstruksi Jatuh Bangun Orang-orang Sukses” SWA edisi 17-26 April 2014

CeweQuat Monthly Meeting Mentoring Session with Hanifa Ambadar, Kuningan City, 5 Desember 2015

“Womenpreneur”, Nilam Sari, 2015

http://Indonesiaproud.wordpress.com/2012/11/19/niluh-djelantik-sepatu-lokal-yang-dipakai-selebritas-dunia

http://swa.co.id/headline/si-manis-di-balik-bonchon

http://wolipop.detik.com/read/2013/03/28/160718/2206401/1133/mengenal-michelle-surjaputra-wanita-di-balik-sukses-ayam–bonchon-

http://swa.co.id/profile/michelle-e-surjaputra-tawarkan-waralaba-bonchon

“No One to Someone”, Nina Moran, 2013

Sumber Foto:

http://www.corbisimages.com/stock-photo/rights-managed/42-17657390/businesswoman-standing-under-umbrella?popup=1

Susi Pudjiastuti:

http://www.femina.co.id/waktu.senggang/selebritas/susi.pudjiastuti.kebentur.tembok/006/002/1107

Irma D. Malibari

http://swa.co.id/profile/irma-d-malibari-nomor-satukan-keluarga

Michelle Tjokrosaputro

http://www.jawaban.com/read/article/id/2015/11/24/506/151124162922/Michelle-Tjokrosaputro,-Sukses-karena-‘Tidak-Suka’-Batik

Hanifa Ambadar

https://dailysocial.id/post/hanifa-ambadar-menantang-gender-barrier/

Prita Kemal Ghani

http://www.lspr.edu/pritakemalgani/prita-kemal-gani-i-love-public-relations/

Nilam Sari

http://wolipop.detik.com/read/2013/09/20/143603/2364774/1133/tips-memulai-bisnis-dari-nilam-sari-kebab-turki-baba-rafi

Ni Luh Djelantik

http://makeindonesia.com/niluh-djelantik-sepatu-lokal-yang-dipakai-selebritas-dunia/

Michelle Surjaputra

http://jdacommunity.com/belajar-melihat-prospek-pasar-dari-ceo-bonchon-michelle-surjaputra/

Nina Moran

http://www.milestonemagz.com/2013/04/nina-moran-the-magic-of-gogirl-magazine-part-1/

Dian Noeh Abubakar http://www.umn.ac.id/home/viewarticle/Passion_Menentukan_Langkah_ke_Depan

Diana Rikasari Twitter @dianarikasari